Selasa, 16 Mei 2017

Feature Kebudayaan

Kota Palembang

Kota Palembang adalah ibu kota provinsi Sumatera Selatan. Palembang adalah kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Kota Palembang memiliki luas wilayah 358,55 km² yang dihuni 1,8 juta orang dengan kepadatan penduduk 4.800 per km². Diprediksikan pada tahun 2030 mendatang kota ini akan dihuni 2,5 Juta orang. 

Pembangunan LRT (kereta api layang), dan rencana pembangunan sirkuit motor GP di kawasan Jakabaring dan sirkuit F1 di kawasan Tanjung Api-Api, merupakan proyek pengembangan Kota Palembang terkini.

Sejarah Palembang yang pernah menjadi ibu kota kerajaan bahari Buddha terbesar di Asia Tenggara pada saat itu, Kerajaan Sriwijaya, yang mendominasi Nusantara dan Semenanjung Malaya pada abad ke-9 juga membuat kota ini dikenal dengan julukan "Bumi Sriwijaya". 

Berdasarkan prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Bukit Siguntang sebelah barat Kota Palembang yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota pada tanggal 16 Juni 688 Masehi menjadikan kota Palembang sebagai kota tertua di Indonesia. Di dunia Barat, kota Palembang juga dijuluki Venice of the East ("Venesia dari Timur").

Suku Palembang

Suku Melayu Palembang atau yang lebih dikenal dengan Suku Palembang adalah salah satu suku Melayu yang terletak di wilayah Kota Palembang dan sekitarnya. Suku Palembang juga merupakan salah satu kelompok etnis terdekat dari Suku Komering. Suku Palembang di Palembang semakin lama semakin berkurang, tetapi di Tepian Sungai Musi masih banyak ditemukan suku Palembang. Suku Palembang bahasanya mirip dengan Bahasa Melayu Jambi dengan Suku Melayu Bengkulu yang kata-katanya berakhiran dengan kata o.

Suku Melayu Palembang umumnya bermata pencaharian Sebagai Petani. Suku Palembang juga tidak mendiami wilayah Kota Palembang saja, tetapi juga mendiami wilayah Kabupaten Ogan Ilir (Seperti Kecamatan Tanjung Raja, Kecamatan Pemulutan, dan Kecamatan Indralaya). Dan wlayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (Seperti Kecamatan Kota Kayu Agung, dan Kecamatan Jejawi). Kebanyakan keturunan suku Palembang ini juga banyak menyebar di wilayah Bengkulu, dan Jambi. Suku Melayu Palembang banyak menganut Agama Islam, sisanya beragama Buddha. Tetapi masih ada juga yang beragama animisme, mereka juga hidup secara berdamping-dampingan dan damai.


Kebudayaan Suku Palembang

Kalau bicara kota dengan pendapatan perkapita paling tinggi di Indonesia, maka semua akan tertuju pada kota Palembang. Kota Palembang merupakan salah satu kota di provinsi Sumatera Selatan sekaligus ibu kotanya. Lokasinya di tepi Sungai Musi.

Dari 1,2 juta penduduk kota Palembang, 40-50% adalah suku Palembang. Suku Palembang dibagi dalam dua kelompok, yaitu Wong Jeroo dan Wong Jabo. Wong Jeroo merupakan keturunan bangsawan/hartawan dan sedikit lebih rendah dari orang-orang istana dari kerajaan zaman dulu yang berpusat di Palembang. Sementara Wong Jabo adalah rakyat biasa.

Beberapa kalangan berpendapat bahwa suku Palembang merupakan hasil dari peleburan bangsa Arab, Tionghoa, suku Jawa dan kelompok-kelompok suku lainnya di Indonesia.

Banyak orang Palembang menjadi pegawai pemerintahan. Namun ada pula yang bekerja sebagai pedagang di pasar, buruh, nelayan, guru, atau sebagai pengrajin kerajinan tangan Luasnya ladang minyak di Palembang menjadi kekayaan tersendiri kota Palembang.

Tradisi yang telah mengakar dalam budaya suku Palembang dan telah dijalankan selama beberapa abad sebagai pedagang, ialah sebagian kecil pedagang menjajakan dagangannya di atas permukaan air sungai Musi dengan menggunakan perahu. Selain menjadi pedagang, orang Palembang juga banyak yang berhasil menduduki sektor penting di pemerintahan Sumatera Selatan, dan juga tidak sedikit yang berhasil di perantauan dalam segala bidang, termasuk menjadi pejabat pemerintahan Indonesia dan beberapa sukses menjadi artis, sedangkan yang lain juga banyak bekerja di sektor swasta dan lain-lain.

Banyak orang Palembang yang masih tinggal di rumah yang didirikan di atas air. Rumah limas menjadi model arsitektur rumah khas Palembang yang kebanyakan didirikan di atas panggung di atas air untuk melindungi dari banjir.

Suami atau ayah berfungsi sebagai pelindung rumah tangga dengan tugas pokok mencari nafkah dalam sistem kekeluargaan suku Palembang. Sedangkan istri bertanggung jawab menjaga ketertiban dan keharmonisan rumah tangga. Keberhasilan seorang istri ditentukan oleh ungkapan para suami yang berkata “rumah tanggaku adalah surgaku”. Sebuah keluarga lebih mengharapkan anak laki-laki daripada anak perempuan. Para kakek-kakek dari kedua belah pihak menganggap cucu lelaki sebagai jaminan dan bakal negeri (memperkuat kekuatan mereka) dan negakke jurai (jaminan sebagai penerus garis keturunan mereka).

Islam menjadi agama yang dianut sebagaina besar orang Palembang. Sondok piyogo atau dalam bahasa Indonesia berarti “Adat dipangku, syari'at dijunjung” merupakan semboyan yang dipegang teguh oleh suku Palembang. Semboyan tersebut bermakna bahwa meskipun mereka sudah mengecap pendidikan tinggi, mereka tetap mempertahankan adat kebiasaan suku Palembang.

Lapangan pekerjaan merupakan masalah sosial suku Palembang. Karena pengangguran menjadi masalah bagi orang Palembang. Orang Palembang dikenal sebagai orang yang sulit atau bahkan tidak mau melakukan pekerjaan kasar. Modernisasi merupakan momok bagi suku Palembang di mana kebudayaan mereka akan mengalami perubahan hingga kemerosotan.

Dalam kesehariannya, suku Palembang berbicara dalam bahasa Palembang. Bahasa Palembang sendiri merupakan bagian atau varian dari bahasa Melayu atau sering disebut sebagai bahasa Melayu Palembang. Bahasa Palembang menggunakan dialek “o” pada akhir setiap kata. Inilah yang membedakan bahasa Melayu Riau dan Melayu Malaysia dengan bahasa Melayu Palembang. Adapun dialek bahasa Melayu Palembang ini memiliki dua dialek bahasa, yaitu baso Palembang Alus dan baso Palembang Sari-Sari .


Sejarah Palembang


Kota ini dianggap sebagai salah satu pusat dari kerajaan Sriwijaya, Serangan Rajendra Chola dari Kerajaan Chola pada tahun 1025, menyebabkan kota ini hanya menjadi pelabuhan sederhana yang tidak berarti lagi bagi para pedagang asing.

Selanjutnya berdasarkan kronik Tiongkok nama Pa-lin-fong yang terdapat pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178 oleh Chou-Ju-Kua dirujuk kepada Palembang.

Berdasarkan kisah Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan disebutkan seorang tokoh dari Kediri yang bernama Arya Damar sebagai bupati Palembang turut serta menaklukan Bali bersama dengan Gajah Mada Mahapatih Majapahit pada tahun 1343.

Pada awal abad ke-15, kota Palembang diduduki perompak Chen Zuyi yang berasal dari Tiongkok. Armada bajak laut Chen Zuyi kemudian ditumpas oleh Laksamana Cheng Ho pada tahun 1407.

Kemudian sekitar tahun 1513, Tomé Pires seorang apoteker Portugis menyebutkan Palembang, telah dipimpin oleh seorang patih yang ditunjuk dari Jawa yang kemudian dirujuk kepada kesultanan Demak serta turut serta menyerang Malaka yang waktu itu telah dikuasai oleh Portugis.

Palembang muncul sebagai kesultanan pada tahun 1659 dengan Sri Susuhunan Abdurrahman sebagai raja pertamanya. Namun pada tahun 1823 kesultanan Palembang dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua keresidenan besar dan permukiman di Palembang dibagi menjadi daerah Ilir dan Ulu.

Palembang menjadi salah satu kota pelaksana pesta olahraga olahraga dua tahunan se-Asia Tenggara yaitu SEA Games XXVII Tahun 2011


Penduduk Palembang


Penduduk Palembang merupakan etnis Melayu dan menggunakan Bahasa Melayu yang telah disesuaikan dengan dialek setempat yang kini dikenal sebagai Bahasa Palembang. Namun para pendatang seringkali menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari, seperti bahasa Komering, Rawas, Musi, Pasemah, dan Semendo. 

Pendatang dari luar Sumatera Selatan kadang-kadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari dalam keluarga atau komunitas kedaerahan. Namun untuk berkomunikasi dengan warga Palembang lain, penduduk umumnya menggunakan bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar sehari-hari. 

Selain penduduk asli, di Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga keturunan, seperti dari Jawa,Minangkabau, Madura, Bugis dan Banjar. Warga keturunan yang banyak tinggal di Palembang adalah Tionghoa, Arab dan India. Kota Palembang memiliki beberapa wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu komunitas seperti Kampung Kapitan yang merupakan wilayah Komunitas Tionghoa serta Kampung Al Munawwar, Kampung Assegaf, Kampung Al Habsyi, Kuto Batu, 19 Ilir Kampung Jamalullail dan Kampung Alawiyyin Sungai Bayas 10 Ilir yang merupakan wilayah Komunitas Arab.

Agama mayoritas di Palembang adalah Islam. Di dalam catatan sejarahnya, Palembang pernah menerapkan undang-undang tertulis berlandaskan Syariat Islam, yang bersumber dari kitab Simbur Cahaya. Selain itu terdapat pula penganut Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu.


Arti lambang Kota Palembang

Bangunan Sirah yaitu rumah Palembang warna asli merah tua coklat dengan pinggiran keemasan berikut 2x (4+5) = 18 tanduk lembaran daun teratai. Ditengah atasan terdapat kembang melati yang belum mekar, berikut simbar yang melambangkan kerukunan kekeluargaan dan kesejahteraan Kota Palembang disegala zaman.

Puncak rebung warna kuning keemasan, melambangkan kemuliaan dan keagungan. Jumlah 8 buah, melambangkan kemuliaan dan keagungan. Jumlah 8 buah, melambungkan bulan Agustus yang bersejarah, bulan Proklamasi yang mengingatkan perjuangan Kemerdekaan RI. Segi tiga ialah sebuah Bukit yang termasyur di Palembang dengan nama BUKIT SIGUNTANG berwarna hijau berikut sinar keemasan, melambangkan tanggal 17 hari Proklamsi Kemerdekaan RI. Bukit Siguntang adalah tempat kesucian dimasa zaman purbakala yaitu diabad ke VII s/d XII terdapat kumpulan candi-candi, kuil-kuil dan Perguruan Tinggi dikunjungi oleh Pendeta-pendeta dan pelajar-pelajar di seluruh Asia.


Seni dan Budaya


Sejarah tua Palembang serta masuknya para pendatang dari wilayah lain, telah menjadikan kota ini sebagai kota multi-budaya. Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, kemudian Jawa. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.

Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:

Kesenian Dul Muluk (pentas drama tradisional khas Palembang)

  • Tari-tarian seperti Gending Sriwijaya yang diadakan sebagai penyambutan kepada tamu-tamu dan tari Tanggai yang diperagakan dalam resepsi pernikahan

  • Syarofal Anam adalah kesenian Islami yang dibawa oleh para saudagar Arab dulu, dan menjadi terkenal di Palembang oleh KH. M Akib, Ki Kemas H. Umar dan S. Abdullah bin Alwi Jamalullail

  • Lagu Daerah seperti Melati Karangan, Dek Sangke, Cuk Mak Ilang, Dirut dan Ribang Kemambang

  • Rumah Adat Palembang adalah Rumah Limas dan Rumah Rakit

Selain itu Kota Palembang menyimpan salah satu jenis tekstil terbaik di dunia yaitu kain songket. Kain songket Palembang merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan di antara keluarga kain tenun tangan kain ini sering disebut sebagai Ratunya Kain. Hingga saat ini kain songket masih dibuat dengan cara ditenun secara manual dan menggunakan alat tenun tradisional. Sejak zaman dahulu kain songket telah digunakan sebagai pakaian adat kerajaan. Warna yang lazim digunakan kain songket adalah warna emas dan merah. Kedua warna ini melambangkan zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya dan pengaruh China pada masa lampau. 

Material yang dipakai untuk menghasilkan warna emas ini adalah benang emas yang didatangkan langsung dari Tiongkok, Jepang, dan Thailand. Benang emas inilah yang membuat harga kain songket melambung tinggi dan menjadikannya sebagai salah satu tekstil terbaik di dunia.

Selain kain songket, saat ini masyarakat Palembang tengah giat mengembangkan jenis tekstil baru yang disebut batik Palembang. Berbeda dengan batik Jawa, batik Palembang nampak lebih ceria karena menggunakan warna - warna terang dan masih mempertahankan motif - motif tradisional setempat.

Kota Palembang juga selalu mengadakan berbagai festival setiap tahunnya antara lain "Festival Sriwijaya" setiap bulan Juni dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Palembang, Festival Bidar dan Perahu Hias merayakan Hari Kemerdekaan, serta berbagai festival memperingati Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan dan Tahun Baru Masehi.


Makanan khas


Pempek, makanan khas Palembang yang telah terkenal di seluruh Indonesia. Dengan menggunakan bahan dasar utama daging ikan dan sagu, masyarakat Palembang telah berhasil mengembangkan bahan dasar tersebut menjadi beragam jenis pempek dengan memvariasikan isian maupun bahan tambahan lain seperti telur ayam, kulit ikan, maupun tahu pada bahan dasar tersebut. Ragam jenis pempek yang terdapat di Palembang antara lain pempek kapal selam, pempek lenjer, pempek keriting, pempek adaan, pempek kulit, pempek tahu, pempek pistel, pempek udang, pempek lenggang, pempek panggang, pempek belah dan pempek otak - otak. 

Sebagai pelengkap menyantap pempek, masyarakat Palembang biasa menambahkan saus kental berwarna kehitaman yang terbuat dari rebusan gula merah, cabe dan udang kering yang oleh masyarakat setempat disebut saus cuka (cuko).Kota ini memiliki komunitas Tionghoa cukup besar. Makanan seperti pempek atau tekwan yang terbuat dari ikan mengesankan "Chinese taste" yang kental pada masyarakat Palembang.

  • Tekwan, makanan khas Palembang dengan tampilan mirip sup ikan berbahan dasar daging ikan dan sagu yang dibentuk kecil - kecil mirip bakso ikan yang kemudian ditambahkan kaldu udang sebagai kuah, serta soun dan jamur kuping sebagai pelengkap.

  • Laksan, berbahan dasar pempek lenjer tebal, dipotong melintang dan kemudian disiram kuah santan pedas.

  • Celimpungan, mirip laksan, hanya saja adonan pempek dibentuk mirip tekwan yang lebih besar dan disiram kuah santan.

  • Mie Celor, berbahan dasar mie kuning dengan ukuran agak besar mirip mie soba dari Jepang, disiram dengan kuah kental kaldu udang dan daging udang.

  • Burgo, berbahan dasar tepung beras dan tepung sagu yang dibentuk mirip dadar gulung yang kemudian diiris, dinikmati dengan kuah santan.

  • Lakso, berbahan dasar tepung beras, mirip Burgo, namun bertekstur mie.

  • Martabak HAR, adalah makanan Khas dari India yang di bawah oleh Haji Abdul Razak. Berbahan dasar tepung terigu, yang diberi telur bebek dan telur ayam, kuahnya berbahan kari kambing yang dicampur kentang.

  • Pindang Patin, salah satu makanan khas Palembang yang berbahan dasar daging ikan patin yang direbus dengan bumbu pedas dan biasanya ditambahkan irisan buah nanas untuk memberikan rasa segar. Nikmat disantap dengan nasi putih hangat, rasanya gurih, pedas dan segar.

  • Pindang Tulang, berbahan dasar tulang sapi dengan sedikit daging yang masih menempel dan sumsum di dalam tulang, direbus dengan bumbu pedas, sama halnya dengan pindang patin, makanan ini nikmat disantap sebagai lauk dengan nasi putih hangat.

  • Malbi, mirip rendang, hanya rasanya agak manis, berkuah dan gurih.

  • Tempoyak, makanan khas Palembang yang berbahan dasar daging durian yang ditumis beserta irisan cabai dan bawang, bentuknya seperti saus dan biasa disantap sebagai pelengkap makanan, rasanya unik dan gurih.

  • Otak-otak, varian pempek yang telah tersebar di seluruh Indonesia, berbahan dasar mirip pempek yang dicocol dengan kuah santan dan kemudian dibungkus daun pisang, dimasak dengan cara dipanggang di atas bara api dan biasa disantap dengan saus cabai / kacang.

  • Kemplang, berbahan dasar pempek lenjer, diiris tipis dan kemudian dijemur hingga kering. Setelah kering kemplang dapat dimasak dengan cara digoreng atau dipanggang hingga mengembang.

  • Kerupuk, mirip kemplang, hanya saja adonan dibentuk melingkar, dijemur, kemudian digoreng.

  • Kue Maksubah, kue khas Palembang yang berbahan dasar utama telur bebek dan susu kental manis. Dalam pembuatannya telur yang dibutuhkan dapat mencapai sekitar 28 butir. Adonan kemudian diolah mirip adonan kue lapis. Rasanya enak, manis dan legit. Kue ini dipercaya sebagai salah satu sajian istana Kesultanan Palembang yang seringkali disajikan sebagai sajian untuk tamu kehormatan. Namun saat ini kue maksubah dapat ditemukan di seluruh Palembang dan sering disajikan saat hari raya.

  • Kue Delapan Jam dengan adonan mirip kue maksubah, kue ini sesuai dengan namanya karena dalam proses pembuatannya membutuhkan waktu delapan jam. Kue khas Palembang ini juga sering disajikan sebagai sajian untuk tamu kehormatan dan sering disajikan di hari raya.

  • Kue Srikayo berbahan dasar utama telur dan daun pandan, berbentuk mirip puding. Kue berwarna hijau ini biasanya disantap dengan ketan dan memiliki rasa manis dan legit

    .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar